Latar
belakang/pendahuluan
Mengapa mengambil teori ini?
Saya mengambil teori ini
karena saya lihat sejauh ini sudah banyak sekali yang terjangkit wabah
HIV/AIDS. Wabah HIV/AIDS ini menyebar diberbagai kalangan, dari mulai bayi
sampai orang dewasa. Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus
(atau disingkat HIV)
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena
virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
Landasan teori
- Gejala
yang ditimbulkan dari HIV/AIDS
- Penyebab
terjadinya HIV/AIDS
- Diagnosis
terjadinya HIV/AIDS
- Pencegahan
terhadap HIV/AIDS
- Penanganan
terhadap HIV/ADS
- Stigma
masyarakat tentang HIV/AIDS
Pembahasan/Isi
Isi
Gejala dan Komplikasi
Gejala-gejala
utama AIDS.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada
orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi
tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus,
fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh
unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi
oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV memengaruhi
hampir semua organ tubuh.
Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim,
dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi
sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari),
pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan
Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada
tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup
pasien.
Berikut ini gejala utama utama AIDS :
- Penyakit paru-paru utama
- Penyakit saluran pencernaan utama
- Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
- Kanker dan tumor ganas (malignan)
- Infeksi oportunistik lainnya
Penyebab HIV/AIDS :
AIDS
merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV
adalah retrovirus
yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T
CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel
dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak
langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh
dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga
jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter
(µL) darah, maka
kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah
kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian
timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan
memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi
tertentu.
Tanpa
terapi antiretrovirus, rata-rata
lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh
tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2
bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat
bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang
memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV
(seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya
memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih
berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap
perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis,
juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik
orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara
alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan
berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit
klinis yang berbeda-beda pula.Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan
dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu
kemampuan penderita bertahan hidup.
Penyebab
terjadinya HIV/AIDS
- Penularan seksual
- Kontaminasi patogen melalui darah
- Penularan masa perinatal
Diagnosis
Sejak
tanggal 5 Juni
1981, banyak
definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi
AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi
World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua
sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk
penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif
ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi
HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium; sementara di
negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control
(CDC) Amerika Serikat.
Sistem tahapan infeksi WHO
Grafik hubungan antara
jumlah HIV dan jumlah CD4+ pada rata-rata infeksi HIV yang tidak
ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang.
jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm³)
jumlah RNA HIV per mL plasma
Pada
tahun 1990, World Health Organization (WHO)
mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem
tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.[46] Sistem
ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah
ditangani pada orang sehat.
- Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
- Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan atas yang berulang
- Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
- Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
Sistem klasifikasi CDC
Terdapat
dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh Centers for Disease Control
and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit
ini; sehingga AIDS dirujuk dengan nama penyakit yang berhubungan dengannya,
contohnya ialah limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya
menamai AIDS dengan nama virus tersebut. CDC mulai menggunakan kata AIDS pada
bulan September
tahun 1982, dan
mendefinisikan penyakit ini. Tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan
semua orang yang jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per µL darah atau
14% dari seluruh limfositnya sebagai pengidap positif HIV. Mayoritas kasus
AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi tersebut, baik definisi CDC
terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan, walaupun
jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah setelah
perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.
Tes HIV
Tes HIV umum,
termasuk imunoasai
enzim HIV dan
pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV
pada serum,
plasma,
cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan
berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period)
bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu
3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula
tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan
untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat
terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk
diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara
maju.
Pencegahan
Perkiraan risiko masuknya HIV per
aksi,
menurut rute paparan[52] |
||
Rute paparan
|
Perkiraan infeksi
per 10.000 paparan dengan sumber yang terinfeksi |
|
Transfusi
darah
|
9.000
|
|
Persalinan
|
2.500
|
|
Penggunaan
jarum suntik bersama-sama
|
67
|
|
Hubungan
seks anal reseptif*
|
50
|
|
Jarum
pada kulit
|
30
|
|
Hubungan
seksual reseptif*
|
10
|
|
Hubungan
seks anal insertif*
|
6,5
|
|
Hubungan
seksual insertif*
|
5
|
|
Seks
oral reseptif*
|
1
|
|
Seks
oral insertif*
|
0,5
|
|
* tanpa penggunaan kondom
§ sumber merujuk kepada seks oral yang dilakukan kepada laki-laki |
Tiga
jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan
seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang
terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal).
Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan
urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi
dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara
umum dapat diabaikan.
Penanganan
Struktur kimia Abacavir
Sampai
saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode
satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran
kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung
setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP). PEP
memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga
memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak
badan, mual, dan lelah.
Terapi antivirus
Penanganan
infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang
sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat
HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV
sejak tahun 1996,
yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat
ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang
terdiri dari paling sedikit dua macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus.
Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue
reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat
perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi
perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa. Di
negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang dokter akan
mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya CD4,
serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal.
Penanganan eksperimental dan saran
Telah
terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemik
global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan
lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak
membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian,
HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin.
Beragam
penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping
obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan
penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya
resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah
pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien
dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A
dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam
berisiko terinfeksi.[90]
Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan
mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis, demikian juga pasien
toksoplasmosis
dan kriptokokus
meningitis
yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik tersebut.
Pengobatan alternatif
Berbagai
bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah
arah perkembangan penyakit. Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi beberapa
gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti
kaki kram, kesemutan atau nyeri; namun tidak menyembuhkan infeksi HIV. Tes-tes
uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat
bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan
penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek samping negatif
yang serius.
Stigma
Hukuman
sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap
AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan,
penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga
terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih
dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap
orang-orang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah
mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes
mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah
suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan
menjadikan meluasnya penyebaran HIV.
Stigma
AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:
- Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.
- Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.
- Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.
Stigma
AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama yang
berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas,
pelacuran,
dan penggunaan narkoba melalui suntikan.
Di
banyak negara
maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau
biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih
tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual.Demikian pula terdapat anggapan
adanya hubungan antara AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk
bila hubungan terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi.
Kesimpulan
Pada dasarnya HIV/AIDS adalah penyakit yang berbahaya,
HIV/AIDS bisa terjangkit dikalangan mana saja termasuk dikalangan remaja yang
sepertinya ingin mencari jati diri atau mencoba-coba dunia baru. HIV/AIDS bisa
terjangkit dimana saja, tetapi pada umumnya HIV/AIDS banyak terjangkit pada
dunia malam. Dari yang mulai berganti-ganti pasangan, memakai jarum suntik
secara bergantian, sedangkan kita tidak tahu kalau orang itu mengidap penyakit
HIV/AIDS tersebut, yang kita rasakan pada saat itu mungin kenikmatan sesaat dan
tidak memikirkan apakah orang itu mengidap penyakit berbahaya itu atau tidak. Berhati-hati
jugalah apabila kita mendonorkan darah kita atau kita transfusi darah, pastikan
darah itu bersih dari HIV/AIDS, karena banyak orang yang tidak salah itupun
menjadi mengidap penyakit HIV/AIDS karena darah yang diambil dari PMI misalnya
yerjankit penyakit HIV/AIDS tersebut. Berhati-hatilah dalam mendonorkan darah,
dan pastikan anda bebas dari penyakit itu.
Sumber bacaan :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar